1. Politik masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq

 PEMBAHASAN

1.      Politik masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq

Namanya Abdullah ibnu Abi Quhafah at Tamimi. Dimasa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, lalu ditukar oleh Nabi menjadi Abdullah Kuniyah Abu Bakar. Gelarnya As-Shidiq (yang amat membenarkan).[2]
Sesudah kaum Anshar wafat, kaum Anshar menghendaki agar orang yang akan menjadi Khalifah dipilih diantara mereka, Ali bin Abi Thalib pun mengingini agar beliaulah yang diangkat menjadi Khalifah, tetapi bagian terbanyak dari kaum muslimin menghendaki Abu Bakar, maka dipilihlah beliau menjadi khalifah.[3]
Orang-orang yang tadinya ragu untuk memberikan bai’ah kepada Abu Bakar dikala golongan terbanyak dari kaum muslimin membai’ahnya segera pula memberikan bai’ahnya. Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya itu dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan, berikut bunyi pidatonya :
“wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan pesanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang mengambil hak dari padanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rasulnya kamu tak perlu menaatiku. Dirikanlah shalat semoga Allah merahmati kalian”[4]
Dari fakta historis bai’at yang di Tsaqifah tergambar bahwa pertemuan politik atau forum musyawarah itu berlangsung hangat, terbuka dan demokratis. [5]Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi Muhammad  SAW. Pidato itu juga menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan abu bakar dalam pemerintahan. jika disimpulkan terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari ketakwaan umat Islam.[6]
Pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah, maka mulailah Abu Bakar menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan, dan juga disinilah prinsip demokrasi tertanam sejak awal perkembangan Islam.[7]
Berikut kebijakan dan kebijaksanaan yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika menjadi khalifah :
·         Dalam bidang politik
Dalam menjalankan kekuasaan Islam Abu bakar bersifat sentral. Dalam hal ini kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif, sepenuhnya berada ditangan khalifah. Meskipun demikian dalam menentukan dan memutuskan suatu masalah abu bakar selalu mengajak sahabat untuk bermusyawarah.[8]
Apabila terjadi suatu perkara Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam Al-Qur’an. Apabila dalam kitab suci tidak dijumpai pemecahannya, maka beliau mempelajari cara Rosulullah SAW dalam menyelesaikan suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya dalam hadits Nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliau menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.[9]
Sebagaimana dinyatakan dalam pidato yang disampaikan setelah dibai’at, politik dalam pemerintahan Abu Bakar adalah pemerintahan yang demokratis, beliau menyadari kelemahannya sebagai manusia biasa. Oleh karena itu beliau meminta kepada segenap kaum muslimin agar mengikutinya jika yeng dilakukannya adalah benar. Akan tetapi jika salah beliau meminta untuk dikritisi.[10]
Menurut suyuti pulungan ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan sebgaimana berikut :
ü  Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya, untuk pemerintahan pusat abu bakar menunjuk ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekertaris dan abu ubaidah sebagai bendaharawan. Sedangkan Umar bin Khattab menjadi hakim agung.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota Madinah Khalifah Abu Bakar membagi wilayah hukum kekuasaan negara Madinah menjadi beberapa provinsi. Dan setiap provinsi ia menugaskan Amir atau wali.[11]
ü  Pertahanan dan keamanan
Mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas didalam maupun diluar negri. Diantara panglima yang ditunjuk adalah khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amru bin Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usaman bin Zaid yang berjumlah 700 orang, untuk memerangi kaum romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah ketika Masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khattab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan khalifah ini. Alasan mereka karena dalam negri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang menambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah ke Romawi Syam. Pada saat itu merupakan langkah strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam sedang dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interpestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.[12]
ü  Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal cukup taat terhadap hukum. Meskipun ada penyimpangan jumlahnya tidak terlalu banyak.[13]
·         Bidang ekonomi
Raktek kekhalifahan Abu Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Mengenai Dalam bidang ekonomi ada beberapa kebijakan yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar diantaranya, ialah sebagai berikut :
ü  Kebijakan umum dibidang ekonomi abu bakar menerapkan praktik akad-akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip yang diajarkan dalam Islam. Selama masa khalifahnya beliau menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain adalah :
Ø  Menegakkan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat.
Ø  Tidak menjadikan ahli badar (orang-orang yang berjihad pada perang badar) sebagai pejabat negara.
Ø  Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara
Ø  Mengelola barang tambang (rikaz) yang terdiri atas emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan Negara
Ø  Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan masing-masing, dan
Ø  Tidak mengubah kebijakan Nabi Muhammad SAW dalam masalah jizyah
ü  Penerapan prinsip persamaan dalam distribusi kekayaan negara
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khalifah Abu Bakar melaksanakan kebijakan sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW beliau memperhatikan akurasi perhitungan zakat. Hal penghitungan ini dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam baetul mal dan langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin.
ü  Amanat baetul mal
Para sahabat Nabi beranggapan baitul mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
ü  Pendistribusian zakat
Selain mendirikan baetul mal khalifah Abu Bakar juga sangat memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena beliau merasa zakat merupakan salah satu instrument terpenting dalam menyejahterakan rakyatnya. Dalam mendistribusikan baitul mal, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataaan. Menurut Abu Bakar dalam hal keutamaan beriman Allah SWT yang akan memberikan ganjarannya sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup prinsip kesamarataan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.[14]
·         Bidang keagamaan
ü  Peperangan dengan kaum riddat
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi Muhammad SAW, yaitu musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Mereka berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam. Para nabi palsu ini berusaha menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan. Melihat aksi itu khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan Al-Liwak (panji pasukan) kepada masing-masing pasukan. Selain itu, setiap pasukan dibekali Al-Mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku arab, isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar. Jika mereka tetap keras kepala maka barulah dihadapi dengan kekerasan.
ü  Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
Abu bakar berhasil memadamkan kerusuhan yang ditimbulkan oleh kaum riddah. Serta memulihkan kembali ketertiban dan kemanan di semnanjung Arabia, tetapi akibat perang riddat ini banyak penghafal Al-Qur’an yang terbunuh. Umar bin Khattab khawatir akan bertambahnya angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi Al-Qur’an akan musnah. Oleh karena itu Umar mengusulkan Abu Bakar untuk membuat suatu kumpulan “Al-Qur’an”.[15]
Khalifah Abu Bakar menyetujuinya sekaligus menugaskan Zaid bin Tsabit karena Zaid paling bagus hafalannya. Abu Bakar memerintahkan pengumpulan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhmmad SAW. Pada masa hidupnya serta menyimpan keseluruhan naskah dirumah janda Nabi Muhammad SAW, yakni Siti Hafsah. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini merupakan salah satu jasa besar Abu Bakar.[16]
Sebelum wafat khalifah abu bakar berwasiat sebagai penggantinya kelak, beliau menunjuk Umar bin Khattab, Penunjukkan ini dilakukan setelah beliau bermusyawarah dan meminta pendapat dari sahabat senior.[17] Dari penunjukkan itu ada beberapa hal yang harus dicatat bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asas musyawarah, ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin, Abu bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih orang yang mempunyai nama di hati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat yang dimilikinya, pengukuhan Umar menjadi khalifah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam satu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga obsesi Abu Bakar untuk menjaga keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.[18]

2.      Politik masa Khalifah Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar As-Shidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebaga orang paling berpengaruh 51 di dunia sepanjang masa.[19] Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia juara gulat di Mekah. Begitu di bai’at dan dilantik menjadi Khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabi dihadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :
“aku telah dipilih jadi Khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan in tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu ada orang yang lebih kuat dari padaku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini. Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan saya. Dan menguji saya dengan kamu dan membiarkan saya memimpin kamu sesudah sahabat saya maka janganlah sesuatu urusan dari urusan kamu dihadapkan kepada seseorang selain saya; dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari saya, sehingga saya tidak dapat memilih orang-orang yang benar dan memegang amanah. Jika mereka berbuat baik tentu saya akan berbuat baik kepada mereka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu saya akan menghukum mereka”
Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan Khalifah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian, antara pemimpin dan terpinpin harus ada hubungan timbal balik yang seimbang, setiap urusan harus diselesaikan oleh khalifah dengan baik, khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tindak kejahatan.[20]
Mengenai garis politik dan kebijakan Umar dalam memerintah tergambar dalam ucapan-ucapan dan pidato-pidatonya, yang pada intinya :
·         Orang yang berhak menjadi kepala negara apabila ia mempunyai kemampuan lebih dari orang kebanyakan untuk berbuat baik, dapat bertindak tegas dan berkemampuan untuk memikul tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Karena baiknya urusan Negara, menurut pada tiga hal : menunaikan amanah, bertindak tegas, dan menghukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah.
·         Tanggung jawab kepala Negara atas kesalahan yang dilakukan para pejabat yang diangkatnya.
·         Seorang Gubernur harus melayani rakyatnya agar mereka mengajarkan Agama, memutuskan urusan rakyatnya dengan benar dan adil dan dilaporkan kepada Umar apabila mereka melakukan kesalahan.
·         Kebebasan berpendapat
·         Seorang hakim dalam memutuskan perkara pertama kali harus mengambil dalam Al-Qur’an, jika tidak ada maka dari sunnah Nabi, jika tidak ada maka dengan berijtihad.
·         Pejabat pengadilan apabila memutuskan perkara maka harus memutuskannya berdasarkan kesaksian yang adil atau sumpah, mendekatkan pada orang kecil, memelihara hak orang perantau, membina kerukunan setiap waktu, dan mendamaikan mereka apabila cukup bukti untuk menetapkan suatu keputusan.
a.       Sistem pemerintahan
Sistem pemerintahan Umar bin Khattab, administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi : Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.[21] Khalifah umar menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan, yaitu dengan menjamin hak-hak setiap       warga negara.[22]
Umar bin Khattab telah membentuk sebuah lembaga yang bernamaAhlul hall wal aqdi atau lembaga penengah dan pemberi fatwa. Lembaga ini terdiri atas wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majlis syura’, yang terdiri dari kaum ulama dan kaum cendekiawan yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Secara umum lembaga ini terdiri atas beberapa bagian diantaranya sebagai berikut :
·         Majlis syura’ (dewan penasihat), ada tiga bentuk :
Ø  Dewan penasihat tinggi, yang terdiri atas pemuka sahabat yang terkenal antara lain Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin tsabbit, Thalhah, dan Zubair.
Ø  Dewan penasihat umum, terdiri atas banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) serta pemuka berbagai suku, yang bertugas dari masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Ø  Dewan antara penasihat tinggi dan umum. Beranggotakan para sahabat (Muhajirin dan Anshar) yang dipilih hanya untuk masalah-masalah khusus.
·         Al-Katib (sekretaris negara) diantaranya adalah Abdullah bin Arqam.
·         Nidzamul Maly (departemen keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fa’I dll.
·         Nidzamul idary (departemen administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat,  diantaranya adalah diwannul al jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
·         Departemen kepolisian dan penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
·         Departemen pendidikan dll.
Pada masa pemerintahan khalifah-khalifah Umar lembaga-lembaga tersebut belumlah terbentuk tetapi secata de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengedepankan musyawarah dengan para sahabat.[23]
b.      Perluasan wilayah
Ekspansi Umar yang berhasil antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria, Damaskus, Ardan, dan Hims yang berhasil dikuasai pada 14 H/ 635 M dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah. Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang Yarmuk. Seluruh Syiria ini dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan mesir dilakukan dengan pimpinan Amr bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh Syurahbil Ibnu Hasanah dan Sa’ad Ibnu Al-Waqash. Selanjutnya Al-Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan Al-Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukan pula dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan Islam meliputi seluruh semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah Romawi.[24]
c.       Pengembangan Islam sebagai kekuatan politik
Periode kekhalifahan Umar Tidak dapat diragukan lagi merupakan abad emas Islam dalam segala zaman.[25] Periodenya terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahannya. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Illahiyah (syari’at) sebagai kode (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa Umarlah pendiri bani Islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa khalifah sebelumnya).
Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum muslim. Disitulah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya pasukan kaum muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk diwannul jund. Sedangkan untuk pegawai biasa, disamping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (Al-Itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sekitar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Amr bin Yasr, diberi 60 dinar disamping tunjangan (Al-Jizyat) karena hanya sebagai kepala daerah (Al-Amil). Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di provinsi, ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. dalam pemerintahannya terdapat majlis syura’, bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahannya tidak dapat berjalan.[26]
Selain itu membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi, membentuk kepala distrik yang disebut ‘amil, pada masanya juga terdapat kebijakan yang fenomenal dalam kebijakan ekonomi di Sawad (daerah subur), ia mengeluarkan dekrit bahwa orang arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah diluar arab dengan alasan; mutu tentara arab menurun, produksi menurun negri rugi 80% dari pendapatan, dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian yang menyebabkan mereka mudah memberontak terhadap negara. Kebijakan yang lain adalah menerapkan pajak perdagangan (bea cukai), dan lain-lain.
Pada akhir kepemimpinannya Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu (orang Persia). Hal ini dilatar belakangi oleh pemecatan Umar terhadap Mughirah ibnu Syu’ba sebagai gubernur kuffah, karena mughirah melakukan pembocoran rahasia negara dan penghianatan. Menjelang wafat Umar membentuk tim formatur untuk musyawarah menentukan penggantinya, tim formatur terdiri dari enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Thalhah, Zubair, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Saad ibnu Waqas.[27]
Khalifah Umar memberi petunjuk mengenai tatacara pemilihan yaitu (1) jika lima orang sepekat untuk memilih seorang dari mereka sedangkan serang menolak maka hendaklah ia dipenggal kepalanya; (2) jika empat orang setuju memilih seorang diantara mereka tapi dua orang menolaknya, maka hendaklah dipenggal kepala keduanya; (3) jika mereka berenam pecah kedalam dua kelompom maka mereka meminta keputusan kepada Abdullah bin Umar bin Khattab untuk memilih satu kelompok dari dua kelompok itu kemudian ia memilih salah seorang dari mereka bertiga. Jika mereka tetap menolak pilihan dan keputusan Abdullah Bin Umar maka yang dipilih adalah anggota kelompok yang didalamnya terdapat Abdurrahman bin Auf, sedangkan yang lainnya dibunuh jika mereka menghendaki atas persetujuan rakyat. Hal ini adalah cara untuk mempertahankankeutuhan dan kesatuan suara team formatur dan memelihara persatuan dan kesatuan umat Islam.[28]


Comments

Popular posts from this blog

suwardjono BAB 9 BIAYA

Kasus 6-4 Medoc Company

Diskusi Tim Audit