1. Politik masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq
PEMBAHASAN
1. Politik
masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq
Namanya Abdullah ibnu
Abi Quhafah at Tamimi. Dimasa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, lalu ditukar oleh
Nabi menjadi Abdullah Kuniyah Abu Bakar. Gelarnya As-Shidiq (yang amat
membenarkan).[2]
Sesudah kaum Anshar
wafat, kaum Anshar menghendaki agar orang yang akan menjadi Khalifah dipilih
diantara mereka, Ali bin Abi Thalib pun mengingini agar beliaulah yang diangkat
menjadi Khalifah, tetapi bagian terbanyak dari kaum muslimin menghendaki Abu
Bakar, maka dipilihlah beliau menjadi khalifah.[3]
Orang-orang yang
tadinya ragu untuk memberikan bai’ah kepada Abu Bakar dikala golongan terbanyak
dari kaum muslimin membai’ahnya segera pula memberikan bai’ahnya. Sesudah Abu
Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya itu
dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan, berikut bunyi
pidatonya :
“wahai manusia! Saya
telah diangkat untuk mengendalikan pesanmu, padahal aku bukanlah orang yang
terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka
ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang
mengambil hak dari padanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang
kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat
kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tiada
menaati Allah dan Rasulnya kamu tak perlu menaatiku. Dirikanlah shalat semoga
Allah merahmati kalian”[4]
Dari fakta historis
bai’at yang di Tsaqifah tergambar bahwa pertemuan politik atau forum musyawarah
itu berlangsung hangat, terbuka dan demokratis. [5]Pidato yang
diucapkan setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan
komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan
tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Pidato itu juga
menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan abu bakar dalam pemerintahan.
jika disimpulkan terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan
rakyat, mewujudkan keadilan, mendorong masyarakat berjihad, serta shalat
sebagai intisari ketakwaan umat Islam.[6]
Pengangkatan Abu Bakar
menjadi Khalifah merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi khalifah bukan atas
kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan
terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah, maka mulailah Abu Bakar menjalankan
kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan, dan juga disinilah prinsip demokrasi tertanam sejak awal
perkembangan Islam.[7]
Berikut kebijakan dan
kebijaksanaan yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika menjadi khalifah :
· Dalam
bidang politik
Dalam menjalankan
kekuasaan Islam Abu bakar bersifat sentral. Dalam hal ini kekuasaan eksekutif,
legislative dan yudikatif, sepenuhnya berada ditangan khalifah. Meskipun
demikian dalam menentukan dan memutuskan suatu masalah abu bakar selalu
mengajak sahabat untuk bermusyawarah.[8]
Apabila terjadi suatu
perkara Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam Al-Qur’an. Apabila dalam kitab
suci tidak dijumpai pemecahannya, maka beliau mempelajari cara Rosulullah SAW
dalam menyelesaikan suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya dalam hadits
Nabi, maka beliau mengumpulkan tokoh-tokoh terbaik dan mengajak mereka
bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan
penelitian, beliau menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.[9]
Sebagaimana dinyatakan
dalam pidato yang disampaikan setelah dibai’at, politik dalam pemerintahan Abu
Bakar adalah pemerintahan yang demokratis, beliau menyadari kelemahannya
sebagai manusia biasa. Oleh karena itu beliau meminta kepada segenap kaum
muslimin agar mengikutinya jika yeng dilakukannya adalah benar. Akan tetapi
jika salah beliau meminta untuk dikritisi.[10]
Menurut suyuti pulungan
ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan
sebgaimana berikut :
ü Bidang
eksekutif
Pendelegasian terhadap
tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya, untuk pemerintahan
pusat abu bakar menunjuk ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin
Tsabit sebagai sekertaris dan abu ubaidah sebagai bendaharawan. Sedangkan Umar
bin Khattab menjadi hakim agung.
Adapun urusan
pemerintahan diluar kota Madinah Khalifah Abu Bakar membagi wilayah hukum
kekuasaan negara Madinah menjadi beberapa provinsi. Dan setiap provinsi ia
menugaskan Amir atau wali.[11]
ü Pertahanan
dan keamanan
Mengorganisasikan
pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan
pemerintahan. pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas didalam maupun
diluar negri. Diantara panglima yang ditunjuk adalah khalid bin Walid, Musanna
bin Harisah, Amru bin Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
Mengirim pasukan
dibawah pimpinan Usaman bin Zaid yang berjumlah 700 orang, untuk memerangi kaum
romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah ketika Masih hidup. Sebenarnya
dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khattab banyak yang tidak setuju dengan
kebijaksanaan khalifah ini. Alasan mereka karena dalam negri sendiri pada saat
itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang menambah untuk menghancurkan
Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah ke Romawi
Syam. Pada saat itu merupakan langkah strategis dan membawa dampak positif bagi
pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam sedang dalam keadaan tegang
akan tetapi muncul interpestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup
tangguh. Para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.[12]
ü Yudikatif
Fungsi kehakiman
dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak
ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena
kemampuan dan sifat umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal cukup taat
terhadap hukum. Meskipun ada penyimpangan jumlahnya tidak terlalu banyak.[13]
· Bidang
ekonomi
Raktek kekhalifahan Abu
Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial rakyat. Mengenai Dalam bidang ekonomi ada beberapa
kebijakan yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar diantaranya, ialah sebagai
berikut :
ü Kebijakan
umum dibidang ekonomi abu bakar menerapkan praktik akad-akad perdagangan yang
sesuai dengan prinsip yang diajarkan dalam Islam. Selama masa khalifahnya
beliau menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain adalah :
Ø Menegakkan
hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat.
Ø Tidak
menjadikan ahli badar (orang-orang yang berjihad pada perang badar) sebagai
pejabat negara.
Ø Tidak
mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara
Ø Mengelola
barang tambang (rikaz) yang terdiri atas emas, perak, perunggu, besi, dan baja
sehingga menjadi sumber pendapatan Negara
Ø Menetapkan
gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan masing-masing, dan
Ø Tidak
mengubah kebijakan Nabi Muhammad SAW dalam masalah jizyah
ü Penerapan
prinsip persamaan dalam distribusi kekayaan negara
Dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khalifah Abu Bakar melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW beliau memperhatikan akurasi perhitungan
zakat. Hal penghitungan ini dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan
dalam baetul mal dan langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin.
ü Amanat
baetul mal
Para sahabat Nabi
beranggapan baitul mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena
itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran
sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa
yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang
menggunakan Baitul mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
ü Pendistribusian
zakat
Selain mendirikan
baetul mal khalifah Abu Bakar juga sangat memperhatikan pemerataan
pendistribusian zakat kepada masyarakatnya, karena beliau merasa zakat
merupakan salah satu instrument terpenting dalam menyejahterakan rakyatnya.
Dalam mendistribusikan baitul mal, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataaan.
Menurut Abu Bakar dalam hal keutamaan beriman Allah SWT yang akan memberikan
ganjarannya sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup prinsip kesamarataan lebih
baik dari pada prinsip keutamaan.[14]
· Bidang
keagamaan
ü Peperangan
dengan kaum riddat
Gerakan riddat itu
bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi Muhammad SAW,
yaitu musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Mereka berupaya meluaskan pengikutnya
dan membelakangi agama Islam. Para nabi palsu ini berusaha menarik hati
orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara
keagamaan. Melihat aksi itu khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau
membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan Al-Liwak (panji pasukan) kepada
masing-masing pasukan. Selain itu, setiap pasukan dibekali Al-Mansyurat
(pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku arab, isinya memanggil
kembali kepada jalan yang benar. Jika mereka tetap keras kepala maka barulah
dihadapi dengan kekerasan.
ü Pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an
Abu bakar berhasil
memadamkan kerusuhan yang ditimbulkan oleh kaum riddah. Serta memulihkan
kembali ketertiban dan kemanan di semnanjung Arabia, tetapi akibat perang
riddat ini banyak penghafal Al-Qur’an yang terbunuh. Umar bin Khattab khawatir
akan bertambahnya angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi
Al-Qur’an akan musnah. Oleh karena itu Umar mengusulkan Abu Bakar untuk membuat
suatu kumpulan “Al-Qur’an”.[15]
Khalifah Abu Bakar
menyetujuinya sekaligus menugaskan Zaid bin Tsabit karena Zaid paling bagus
hafalannya. Abu Bakar memerintahkan pengumpulan naskah-naskah setiap ayat-ayat
Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah
ditunjuk oleh Nabi Muhmmad SAW. Pada masa hidupnya serta menyimpan keseluruhan
naskah dirumah janda Nabi Muhammad SAW, yakni Siti Hafsah. Para ahli sejarah
menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini merupakan salah satu jasa besar Abu
Bakar.[16]
Sebelum wafat khalifah
abu bakar berwasiat sebagai penggantinya kelak, beliau menunjuk Umar bin
Khattab, Penunjukkan ini dilakukan setelah beliau bermusyawarah dan meminta
pendapat dari sahabat senior.[17] Dari
penunjukkan itu ada beberapa hal yang harus dicatat bahwa Abu Bakar dalam
menunjuk Umar tidak meninggalkan asas musyawarah, ia lebih dahulu mengadakan
konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin,
Abu bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan
memilih orang yang mempunyai nama di hati masyarakat serta disegani oleh rakyat
karena sifat-sifat yang dimilikinya, pengukuhan Umar menjadi khalifah
sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam satu bai’at umum dan terbuka
tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga obsesi Abu Bakar untuk
menjaga keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.[18]
2. Politik
masa Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah
salah satu sahabat Nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar
As-Shidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga
Michael H. Heart menempatkannya sebaga orang paling berpengaruh 51 di dunia
sepanjang masa.[19] Beliau
lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun Quraisy dengan nama lengkap
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga
kelas menengah, Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia juara
gulat di Mekah. Begitu di bai’at dan dilantik menjadi Khalifah menyampaikan
pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabi dihadapan kaum muslimin. Bagian
dari pidatonya adalah :
“aku telah dipilih jadi
Khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik
diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul
urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan in tidaklah sama
dengan beliau. Andaikata aku tahu ada orang yang lebih kuat dari padaku untuk
memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai
daripada memikul jabatan ini. Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan saya. Dan
menguji saya dengan kamu dan membiarkan saya memimpin kamu sesudah sahabat saya
maka janganlah sesuatu urusan dari urusan kamu dihadapkan kepada seseorang
selain saya; dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari saya, sehingga saya
tidak dapat memilih orang-orang yang benar dan memegang amanah. Jika mereka
berbuat baik tentu saya akan berbuat baik kepada mereka dan jika mereka berbuat
jahat, maka tentu saya akan menghukum mereka”
Pidato tersebut
menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan Khalifah tugas yang berat sebagai
amanah dan ujian, antara pemimpin dan terpinpin harus ada hubungan timbal balik
yang seimbang, setiap urusan harus diselesaikan oleh khalifah dengan baik,
khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk
membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tindak kejahatan.[20]
Mengenai garis politik
dan kebijakan Umar dalam memerintah tergambar dalam ucapan-ucapan dan
pidato-pidatonya, yang pada intinya :
· Orang
yang berhak menjadi kepala negara apabila ia mempunyai kemampuan lebih dari
orang kebanyakan untuk berbuat baik, dapat bertindak tegas dan berkemampuan
untuk memikul tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Karena baiknya urusan
Negara, menurut pada tiga hal : menunaikan amanah, bertindak tegas, dan
menghukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah.
· Tanggung
jawab kepala Negara atas kesalahan yang dilakukan para pejabat yang
diangkatnya.
· Seorang
Gubernur harus melayani rakyatnya agar mereka mengajarkan Agama, memutuskan
urusan rakyatnya dengan benar dan adil dan dilaporkan kepada Umar apabila
mereka melakukan kesalahan.
· Kebebasan
berpendapat
· Seorang
hakim dalam memutuskan perkara pertama kali harus mengambil dalam Al-Qur’an,
jika tidak ada maka dari sunnah Nabi, jika tidak ada maka dengan berijtihad.
· Pejabat
pengadilan apabila memutuskan perkara maka harus memutuskannya berdasarkan
kesaksian yang adil atau sumpah, mendekatkan pada orang kecil, memelihara hak
orang perantau, membina kerukunan setiap waktu, dan mendamaikan mereka apabila
cukup bukti untuk menetapkan suatu keputusan.
a. Sistem
pemerintahan
Sistem pemerintahan
Umar bin Khattab, administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah
provinsi : Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir.
Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak
tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif.[21] Khalifah
umar menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan, yaitu dengan menjamin
hak-hak setiap warga negara.[22]
Umar bin Khattab telah
membentuk sebuah lembaga yang bernamaAhlul hall wal aqdi atau lembaga
penengah dan pemberi fatwa. Lembaga ini terdiri atas wakil-wakil rakyat yang
duduk sebagai anggota majlis syura’, yang terdiri dari kaum ulama dan kaum
cendekiawan yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Secara
umum lembaga ini terdiri atas beberapa bagian diantaranya sebagai berikut :
· Majlis
syura’ (dewan penasihat), ada tiga bentuk :
Ø Dewan
penasihat tinggi, yang terdiri atas pemuka sahabat yang terkenal antara lain
Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal,
Ubay bin Ka’ab, Zaid bin tsabbit, Thalhah, dan Zubair.
Ø Dewan
penasihat umum, terdiri atas banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) serta pemuka
berbagai suku, yang bertugas dari masalah-masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
Ø Dewan
antara penasihat tinggi dan umum. Beranggotakan para sahabat (Muhajirin dan
Anshar) yang dipilih hanya untuk masalah-masalah khusus.
· Al-Katib (sekretaris
negara) diantaranya adalah Abdullah bin Arqam.
· Nidzamul
Maly (departemen keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari
pajak bumi, ghanimah, jizyah, fa’I dll.
· Nidzamul
idary (departemen administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan
kepada masyarakat, diantaranya adalah diwannul al jund yang bertugas
menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
· Departemen
kepolisian dan penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
· Departemen
pendidikan dll.
Pada masa pemerintahan
khalifah-khalifah Umar lembaga-lembaga tersebut belumlah terbentuk tetapi
secata de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun
demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengedepankan
musyawarah dengan para sahabat.[23]
b. Perluasan
wilayah
Ekspansi Umar yang
berhasil antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria, Damaskus, Ardan, dan Hims
yang berhasil dikuasai pada 14 H/ 635 M dibawah pimpinan Abu Ubaidah Ibnu Al
Jarrah. Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang
Yarmuk. Seluruh Syiria ini dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan mesir
dilakukan dengan pimpinan Amr bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh
Syurahbil Ibnu Hasanah dan Sa’ad Ibnu Al-Waqash. Selanjutnya Al-Qadisiyah
sebuah kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan
Al-Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukan pula dengan demikian,
pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan Islam meliputi seluruh
semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah Romawi.[24]
c. Pengembangan
Islam sebagai kekuatan politik
Periode kekhalifahan
Umar Tidak dapat diragukan lagi merupakan abad emas Islam dalam segala zaman.[25] Periodenya
terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahannya. Khalifah Umar bin
Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya
terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi
seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya
dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Illahiyah (syari’at)
sebagai kode (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk.
Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa Umarlah pendiri bani Islamiyah
(tanpa mengabaikan jasa-jasa khalifah sebelumnya).
Banyak metode yang
digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima
Islam karena perlakuan adil kaum muslim. Disitulah letak kekuatan politik
terjadi. Dari usahanya pasukan kaum muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan
sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah
dibentuk diwannul jund. Sedangkan untuk pegawai biasa, disamping menerima
gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (Al-Itha’). Khusus
untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sekitar 200 dinar mengingat jasanya yang
besar dalam ekspansi. Dan untuk Amr bin Yasr, diberi 60 dinar disamping
tunjangan (Al-Jizyat) karena hanya sebagai kepala
daerah (Al-Amil). Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan
pusat tetap dipegang oleh khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di provinsi,
ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan
roda pemerintahan. dalam pemerintahannya terdapat majlis syura’, bagi Umar
tanpa musyawarah, maka pemerintahannya tidak dapat berjalan.[26]
Selain itu membentuk
departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi,
membentuk kepala distrik yang disebut ‘amil, pada masanya juga
terdapat kebijakan yang fenomenal dalam kebijakan ekonomi
di Sawad (daerah subur), ia mengeluarkan dekrit bahwa orang arab
termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah diluar arab dengan alasan;
mutu tentara arab menurun, produksi menurun negri rugi 80% dari pendapatan, dan
rakyat akan kehilangan mata pencaharian yang menyebabkan mereka mudah
memberontak terhadap negara. Kebijakan yang lain adalah menerapkan pajak
perdagangan (bea cukai), dan lain-lain.
Pada akhir kepemimpinannya
Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu (orang Persia). Hal ini dilatar belakangi oleh
pemecatan Umar terhadap Mughirah ibnu Syu’ba sebagai gubernur kuffah, karena
mughirah melakukan pembocoran rahasia negara dan penghianatan. Menjelang wafat
Umar membentuk tim formatur untuk musyawarah menentukan penggantinya, tim
formatur terdiri dari enam orang sahabat yaitu Abdurrahman bin Auf, Thalhah,
Zubair, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Saad ibnu Waqas.[27]
Khalifah Umar memberi
petunjuk mengenai tatacara pemilihan yaitu (1) jika lima orang sepekat untuk
memilih seorang dari mereka sedangkan serang menolak maka hendaklah ia
dipenggal kepalanya; (2) jika empat orang setuju memilih seorang diantara
mereka tapi dua orang menolaknya, maka hendaklah dipenggal kepala keduanya; (3)
jika mereka berenam pecah kedalam dua kelompom maka mereka meminta keputusan
kepada Abdullah bin Umar bin Khattab untuk memilih satu kelompok dari dua
kelompok itu kemudian ia memilih salah seorang dari mereka bertiga. Jika mereka
tetap menolak pilihan dan keputusan Abdullah Bin Umar maka yang dipilih adalah
anggota kelompok yang didalamnya terdapat Abdurrahman bin Auf, sedangkan yang
lainnya dibunuh jika mereka menghendaki atas persetujuan rakyat. Hal ini adalah
cara untuk mempertahankankeutuhan dan kesatuan suara team formatur dan
memelihara persatuan dan kesatuan umat Islam.[28]
Comments
Post a Comment