Pengertian Subjek Pajak, Objek Pajak, Dan Kewajiban Pajak
Kamis, 29 Januari 2015
Subjek Pajak adalah pihak-pihak yang dikenai kewajiban
untuk melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Dapat meliputi
orang pribadi maupun badan (perusahaan).
Subjek Pajak Dalam Negeri
Istilah Subjek Pajak dalam negeri akan sering ditemukan
dalam konteks PPh. Subjek pajak dalam negeri meliputi orang pribadi
(individu) maupun badan. Pengertian ‘badan’ dalam UU KUP adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun tidak, yang meliputi PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap (BUT/permanent establishment).
Orang pribadi
(individu) yang disebut sebagai subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi
yang: (1) bertempat tinggal di Indonesia, atau (2) berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau (3) yang dalam satu tahun pajak
berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Manakala
orang pribadi meninggal dunia dan meninggalkan warisan, maka sebelum warisan
itu terbagi, kedudukan subjek pajak si almarhum digantikan oleh warisan yang
belum terbagi tersebut. Itulah sebabnya, warisan yang belum terbagi juga
dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri menggantikan yang berhak
(menggantikan si almarhum).
Sementara
badan yang tergolong subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi keempat kriteria berikut ini tidak termasuk dalam
pengertian subjek pajak badan dalam negeri:
1. Pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pembiayaannya
bersumber dari APBN/D;
3. Penerimaanya
dimasukkan dalam anggaran Pemerintah (pusat maupun daerah); dan
4. Pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Subjek Pajak Luar Negeri
ISTILAH subjek
pajak luar negeri juga akan lebih sering ditemukan dalam pembahasan PPh.
Dan sama seperti subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri juga
terdiri dari orang pribadi (individu) dan badan. Subjek pajak orang
pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang:
1. tidak
bertempat tinggal di Indonesia; dan
2. berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Sedangkan
badan yang termasuk kelompok
subjek pajak badan luar negeri adalah badan yang tidak didirikan di
Indonesia dan tidak berkedudukan di Indonesia.
Subjek pajak
luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) dapat memperoleh penghasilan dari
Indonesia dengan cara: (1) menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bisnis
melalui BUT (permanent establishment); atau (2) tidak melalui BUT (biasanya
penghasilan yang bersifat pasive income seperti bunga,
dividen, royalti maupun sewa).
Jika subjek pajak luar negeri memperoleh penghasilan
dengan cara pertama, maka BUT dari subjek pajak luar negeri tersebut tergolong
subjek pajak luar negeri. Namun dalam perlakuan pajaknya, BUT
dipersamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri dan memiliki kewajiban
pajak yang sama dengan subjek pajak dalam negeri (kewajiban NPWP, SPT dan lain
sebagainya).
Kewajiban Pajak Subjektif
Pajak Penghasilan adalah jenis pajak subjektif di mana
pengenaan pajaknya lebih melihat subjeknya dulu daripada objeknya. Coba kita
tengok Pasal 1 UU Pajak Penghasilan, yang menyatakan bahwa “Pajak Penghasilan
dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak”. Penekanannya yang pertama adalah subyek
pajak, baru kemudian obyeknya yaitu penghasilan. Urutan pasal-pasal dalam UU
Pajak Penghasilan juga menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan adalah pajak
subjektif. Ketentuan mengenai subyek pajak diatur lebih dulu di Pasal 2, 2A dan
Pasal 3. Baru kemudian diatur mengenai objeknya di Pasal 4.
Sehubungan dengan subyek pajak ini, dalam Pajak
Penghasilan dikenal istilahKewajiban Pajak Subjektif. Istilah ini mengandung
arti bahwa seseorang, sesuatu atau badan sudah memenuhi syarat untuk dikenakan
Pajak Penghasilan dilihat dari sudut subyeknya. Apabila subyek pajak ini
menerima atau memperoleh penghasilan, maka ia dapat dikenakan Pajak
Penghasilan. Tetapi sebaliknya, apabila sesuatu, seseorang atau badan tidak
memenuhi syarat kewajiban pajak subjektif, maka walaupun ia memiliki
penghasilan, ia tidak dapat dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan UU Pajak
Penghasilan.Jadi, kewajiban pajak subjektif ini sangat penting maknanya dalam
Pajak Penghasilan karena merupakan entry point dalam pengenaan Pajak
Penghasilan. Dengan demikian, kapan seseorang, sesuatu atau badan mulai
memenuhi syarat kewajiban pajak subjektif adalah sangat penting dalam Pajak
Penghasilan. Begitu juga dengan berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
Mulai dan Akhir Kewajiban Pajak Subjektif
Undang-undang Pajak Penghasilan memberikan tempat di
Pasal 2A yang khusus mengatur kapan mulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif. Selengkapnya, saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
ini adalah sebagai berikut :
Untuk subjek pajak orang pribadi dalam negeri :
Dimulai: pada saat orang pribadi
tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Berakhir: pada saat meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
Untuk subjek pajak badan dalam negeri :
Dimulai: pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
Berakhir: pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia.
Untuk subjek pajak luar negeri berupa BUT :
Dimulai: pada saat orang pribadi atau
badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (5) UU PPh.
Berakhir: pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
Untuk subjek pajak luar negeri non BUT :
Dimulai: pada saat orang pribadi atau
badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Berakhir: pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
Kewajiban Pajak Subjektif dan PTKP
Pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan secara periodik
setiap tahun. Jangka waktu pengenaan Pajak Penghasilan ini dinamakan tahun
pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 UU PPh. Tahun pajak ini pada
umumnya adalah tahun takwim mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Jika kewajiban pajak subjektif bermula atau berakhir di pertengahan akhir
pajak, maka pengenaan pajak ini tidak utuh dalam satu tahun pajak tetapi dalam
bagian tahun pajak. Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri, pengenaan Pajak Penghasilan
dalam bagian tahun pajak ini tidak menimbulkan masalah dalam perhitungan
pajaknya. Namun tidak demikian dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
karena ada unsur Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Hak untuk mendapatkan PTKP dikaitkan dengan kewajiban
pajak subjektif. Jika seseorang kewajiban pajak subjektifnya meliputi satu
tahun penuh, maka PTKP nya pun satu tahun penuh. Apabila, kewajiban pajak
subjektifnya misalnya cuma dua bulan, maka ia berhak atas PTKP dua bulan. Dari
konsep ini lahir istilah PPh terutang disetahunkan dalam perhitungan PPh
Pasal 21 dalam kasus orang luar negeri yang baru berada di Indonesia pada
pertengahan tahun atau orang yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya pada
pertengahan tahun. Begitu juga dalam kasus orang yang meninggal dunia.
Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yng diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik
yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. Bantuan
atau sumbangan
2. Warisan
3. Deviden
atau bagian laba
4. Iuran
yang diterima atu diperoleh dana pensiun
5. Beasiswa
Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 adalah :
a. Badan
perwakilan negara asing
b. Penjabat-penjabat
perwakilan diplomatik
c. Organisasi-organisasi
internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
d. Penjabat-penjbat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
Yang Menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
a. Penghasilan dari
usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha
atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberiaan jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
c. Penghasilan
sebagaimana tersebt dalam psal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat.
Comments
Post a Comment