Pajak Internasional (BUT)
A. PENGERTIAN BENTUK USAHA TETAP
Suatu
bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga
mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan
otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui
internet.
Tempat
usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian
bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau
badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk
usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau
perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut
dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya
sendiri.
Perusahaan
asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut
menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui
pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia
tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal,
berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Bentuk
Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT
dapat berupa:
1.
Tempat kedudukan manajemen;
2.
Cabang perusahaan;
3.
Kantor perwakilan;
4.
Gedung kantor;
5.
Pabrik;
6.
Bengkel;
7.
Gudang;
8.
Ruang untuk promosi dan penjualan;
9.
Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Bentuk
Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau
kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan
demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.
B.
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK
USAHA TETAP
Dalam hal ini, Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah
Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:
a.
Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia; dan
b.
Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi
Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Wajib Pajak luar negeri:
§ Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
§ Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto
§ Tarif pajak yang dipergunakan
adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
§ Tidak wajib menyampaikan SPT
Subjek
Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Sedangkan
Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK
USAHA TETAP
Yang menjadi objek pajak
penghasilan BUT adalah:
1.
Penghasilan dari usaha atau
kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjulan satelit
komunikasi mempunyai cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia.
Apabila Communitel Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit
komunikasi, maka atas laba penjualan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan
sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak BUT.
2.
Penghasilan kantor pusat dari
usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang
sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta (New York
Bank-Indonesia). Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas
pinjaman yang diberikan tanpa melalui New York Bank-Indonesia, maka penghasilan
bunga tersebut tetap dianggap sebagai penghasilan BUT (New York
Bank-Indonesia).
3.
Penghasilan sebagaimana tersebut
dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud.
Sebagai contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT Lezzat untuk
menggunakan merek dagang Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc.
menerima imbalan berupa royalti dari PT Lezzat. Dalam rangka pemasaran produk,
Foodz Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Lezzat melalui
Foodz-Indonesia (BUTnya di Indonesia). Dalam hal demikian, penggunaan merek
dagang oleh PT Lezzat mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Oleh
karena itu, penghasilan Foodz Inc. yang berupa royalti diperlakukan sebagai
penghasilan BUT (Foodz-Indonesia)
D. PENENTUAN LABA
Dalam menentukan besarnya laba
suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Biaya administrasi kantor pusat
yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau
kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
2.
Pembayaran oleh BUT kepada kantor
pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah:
a.
Royalti atau imbalan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
b.
Imbalan sehubungan dengan jasa
manajemen dan jasa lainnya
c.
Bunga, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan
Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang
diterima atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek
Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
E.
CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA
PAJAK
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan
pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk
Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak badan dihitung sebesar
penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara
singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:
Penghasilan kena pajak (WP
badan)
= penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan
netto-PTKP
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Menggunakan pembukuan
2.
Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan:
§ Diperbolehkan menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dan
§ Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan
penghasilan lainnya. Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima
penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai
penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek Pajak
Penghasilan. Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan
objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pembukuan atau pencatatan harus:
§ Diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya,
§ Diselenggarakan di Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
§ Disusun dalam bahasa Indonesia
atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan (misalnya, bahasa
Inggris)
Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
1.
Biaya yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a.
Biaya pembelian bahan;
b.
Biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang;
c.
Bunga, sewa, dan royalti;
d.
Biaya perjalanan;
e.
Biaya pengolahan limbah;
f.
Premi asuransi;
g.
Biaya promosi dan penjualan yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h.
Biaya administrasi; dan
i.
Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.
2.
Penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak
dan atas biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
3.
Iuran kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4.
Kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
5.
Kerugian selisih kurs mata uang
asing;
6.
Biaya penelitian dan pengembangan
perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7.
Biaya beasiswa, magang, dan
pelatihan;
8.
Piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih dengan syarat:
a.
Telah dibebankan sebagai biaya
dalam laporan laba rugi komersial;
b.
Wajib Pajak harus menyerahkan
daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c.
Telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani
piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan
dari debitur bahwa untungnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d.
Syarat sebagaimana dimaksud pada
huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur terkecil;
9.
Sumbangan dalam rangka
penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
10. Sumbangan dalam rangka penelitian
dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
11. Biaya pembangunan infrastruktur
sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan
olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun
sebelumnya (maksimal 5 tahun).
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1.
Pembagian laba dengan nama dan
bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2.
Biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3.
Pembentukan atau pemupukan dana
cadangan, kecuali:
a.
Cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b.
Cadangan untuk usaha asuransi
termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial;
c.
Cadangan penjaminan untuk Lembaga
Penjamin Simpanan;
d.
Cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan;
e.
Cadangan biaya penanaman kembali
untuk usaha kehutanan; dan
f.
Cadanagan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri, yang ketentuannya dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
4.
Premi asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa,
yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan.
5.
Penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6.
Jumlah yang melebihi kewajaran
yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7.
Harta yang dihibahkan, bantuan
atau sumbangan, dan warisan, kecuali:
§ Sumbangan yang diperbolehkan
dikurangkan
§ Zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
§ Sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;
8.
Pajak Penghasilan.
9.
Biaya yang dibebankan atau
dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada
anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
12. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
§ Dikenakan PPh yang bersifat final
§ Bukan objek PPh
13. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang PPh-nya dihitung dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi
25%.
Wajib Pajak badan dalam negeri
yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen)
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang berlaku.
Wajib Pajak badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.
CARA MENGHITUNG PAJAK
Pajak Penghasilan (bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara
mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam
UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak Penghasilan (Wajib Pajak
badan)
= Penghasilan Kena Pajak x tarif
pasal 17
= Penghasilan netto x tarif pasal
17
= (Penghasilan bruto – biaya yang
diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17
Pajak Penghasilan (WP Orang
Pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tarif
pasal 17
= (Penghasilan netto – PTKP) x
tarif pasal 17
= [ (Penghasilan bruto – biaya
yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif pasal 17
Catatan: Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun,
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh
Contoh:
1.
Peredaran bruto PT Makmur dalam
tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Makmur tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00
2.
Peredaran bruto PT Jaya dalam
tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp3.000.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 =
Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00-Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 28%) x
Rp480.000.000,00
= Rp 67.200.000,00
- 28% x
Rp2.520.000.000,00
= Rp705.600.000,00(+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang
terutang
= Rp772.800.000,00
3.
Gunawan pada tahun 2010 mempunyai
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp241.850.600,00. Besarnya Pajak Penghasilan
yang harus dibayar atau terutang oleh Gunawan adalah:
Penghasilan Kena
Pajak
Rp241.850.600,00
(dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)
Pajak Penghasilan yang harus dibayar:
5% x Rp
50.000.000,00
Rp 2.500.000,00
15% x Rp
191.850.000,00
Rp 28.777.500,00
Jumlah
Rp 31.277.500,00
F.
PERLAKUAN PAJAK TERHADAP BUT YANG
DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA
Perlakuan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat
final), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Penanaman
kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.
Penanaman kembali dilakukan atas
seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri;
2.
Perusahaan baru yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara
aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1
(satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan;
3.
Penanaman kembali dilakukan dalam
tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan
4.
Tidak melakukan pengalihan atas
penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.
Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali, wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada
Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh tahun pajak diterima atau
diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
Contoh:
Foodz-Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap mempunyai penghasilan
kena pajak dalam tahun 2009 sebesar Rp 1.000.000.000,00.
Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah sebagai berikut:
Penghasilan kena
pajak
Rp 1.000.000.000,00
PPh terutang:
28% x Rp 1.000.000.000,00
=
Rp 280.000.000,00
Penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi
dengan pajak
penghasilan
Rp 720.000.000,00
Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar:
20% x Rp 720.000.000,00 atau sama dengan Rp 144.000.000,00
Namun apabila atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak
penghasilan tersebut (sebesar Rp 720.000.000,00) ditanamkan kembali di
Indonesia, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. Jadi tidak ada
pemotongan pajak penghasilan sebesar 20% atau sebesar Rp 144.000.000,00.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, 2011
https://sites.google.com/site/referensipajak/Subyek-Obyek-Pajak-Penghasilan-Wajib-Pajak-Badan-dan-Bentuk-Usaha-Tetap-BUT
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=812
Comments
Post a Comment